Tuesday, May 30, 2017

Dokter dan Polisi

Kisah dokter Hardi: Dokter VS Polisi – part 1



21FEB
Aku seorang dokter dan sudah beristri. Aku menjadi gay karena temanku waktu kuliah kedokteran di sebuah PT terkemuka di negeri ini. Kami melakukannya di kos. Tetapi bukan itu yang ingin kuceritakan kali ini. Tetapi salah satu pengalamanku terbaru yang menarik.
Hari hujan deras sekali. Aku baru saja berpisah dengan teman-temanku di Hardrock cafe. Kuhela mobilku menuju arah luar kota. Hujan tambah deras saja. Tiba-tiba mobilku oleng. Mungkin ban mobilku kempes atau melalui lumpur. Tetapi setelah kupelankan bunyi jeglug jeglug terasa sering. Ahhh kempes ini pasti. Segera saja kupingggirkan mobilku.
Jam tanganku menunjuk pukul 11 malam lewat. Aduh, jam segini mana ada tukang tambal ban yang buka dan menggantikan banku. Mana tidak bawa payung lagi. Pertama segera saja aku menelepon istriku supaya dia tidak khawatir dengan mengatakan bahwa aku harus mendiskusikan sesuatu dengan teman dokter kenalanku. Jadi aku menginap di hotel.
Akhirnya aku nekat untuk membereskan semua dan jalan lagi. Aku keluar dari mobil dan berbasah ria memasang dongkrak. Rambutku, bajuku bahkan air hujan meresap ke dalam celana dalamku. Tiba-tiba ada sepeda motor mendekat dan berhenti tepat tempat aku sedang mendongkrak.
“Ada yang bisa dibantu, Pak?”
Setelah lampu motor dimatikan ternyata yang berhenti adalah seorang polisi.
“Ah, ini cuma ban kempes” ujarku sungkan.
“Biar saya bantu pak!” ujar Pak Polisi sungguh-sungguh.
Segera saja dia bekerja menyiapkan ban cadangan. Jaket Polisinya jadi basah juga celananya. Kami bekerja saling membantu dan pekerjaan pun cepat selesai.
“Terimakasih, Pak…” aku tak bisa menyebut nama karena badge nama terhalang jaket.
“Iya, sama-sama. Selamat malam Pak” ujarnya sambil menaikkan tangan ke dahi.
Penolongku siap meninggalkan aku. Kami berdua sama-sama basah. Alangkah tidak berterima kasih andai aku membiarkan dia kembali ke pos jaga sendirian dalam keadaan begini.
“Pak, sebaiknya bapak berganti baju kalau hendak bertugas lagi”
Dia menoleh dan tersenyum
“Terimakasih” ujarnya tersenyum menghargai kebaikanku.
“Eee bagaimana kalau kita mampir ke hotel sana untuk mengeringkan diri dan berteduh. Saya ada pakaian bersih kalau Bapak mau…” ujarku menawarkan diri.
Dia menatapku. Lalu menganggukkan kepala. Pak Polisi merasa tidak enak kalau menolakku. Sesudah kejadian aku baru tahu kalau dia sebenarnya juga menginginkanku saat itu. Mungkin karena baju putihku yang basah mencetak tubuhku.
Kami berdua menuju hotel melati sederhana yang ada beberapa puluh meter di depan kami. Papan hotel sederhana itu tampak jelas. Kuparkir mobilku dan Pak polisi memarkir sepeda motornya. Kusetujui kamar yang ada. Tubuhku menggigil kedinginan. Setelah kupesan dua mangkok mie rebus dan dua cangkir kopi kami pun menuju ke kamar.
Segera aku menuju ke kamar mandi setibanya di sana kunyalakan air. Lalu kembali ke kamar dan kukeluarkan beberapa baju bersih. Akupun segera mandi. Setelah itu ganti Pak Polisi. Keluar dari kamar mandi hanya mengenakan handuk putih. Tubuhnya tampak kekar dan berotot. Tadi tidak nampak karena berada di balik jaket.
“Mau pilih yang kemeja atau kaos Polo?” ujarku menawarkan salah satu bajuku.
Pak Polisi memilih kaos Polo putih. Dia memakainya, agak ketat dan menonjolkan otot-otot dada
dan bisepnya.
Lalu kami memakan mie rebus pesanan yang baru saja tiba. Dia mengulurkan tangannya.
“Aku Aldo” ujarnya lalu mengaduk mie biar bumbu tercamur.
“Saya Hardi…” Sesaat setelah tanganku terlepas dari tangannya.
Lalu kami berbasa-basi sambil makan. Dia ternyata sedang bertugas tak jauh dari tempat itu. Seharusnya dia tidak meninggalkan posnya. Dia sudah berkeluarga dan punya anak yang sudah besar. Tampangnya mirip Alvino bintang sinetron cinta dan anugerah. Tiba-tiba saja bangkit pikiran nakalku.
“Hmm kalau tugas malam seperti ini pasti sering ngebayangin di rumah dong…” ujarku.
Dia hanya tersenyum sekilas lalu melanjutkan menghabiskan mangkuk mienya.
“Mau nambah?” tawarku basa-basi.
“Kamu sendiri juga kan… malam begini masih di jalan”
“Ya? Oh eh… iya… eh tidak. Kan aku mau pulang” ujarku tidak konsen jadinya.
Lalu dia ke kasur dan tiduran sambil meletakkan dua telapak tangan di bawah kepalanya. Dadanya yang tebal. Otot bisep dan trisepnya. Hmmm sempurna kurasa… aku tidak bisa menahan napsuku lagi. Dia memandangiku yang sedang minum kopi. Dari sudut mataku tampak dia mengamatiku dan tersenyum. Aku merasa ada getaran yang keluar dari sana.
Aku mendekatinya. Duduk di kasur dekat tempat dia tiduran. Dadaku berdebar. Aldo menaikkan kedua alisnya lalu tersenyum.
“Kenapa, Pak? Mau dipijit?” tanyaku.
Tanpa menunggu jawabnya aku sudah menjamah dada dan lengannya. Bukan pijatan tapi lebih ke elusan. Aldo tersenyum. Tangan kananku langsung mengarah ke selakangan. Kuremas kontolnya. Ah, kontol Aldo sudah tegang rupanya. Sangat jelas karena Aldo tidak mengenakan celana dalam lagi.
Tangan kanan Aldo meraih tenggukku. Dia terduduk. Mendekatkan wajahnya ke wajahku. Mukanya serius. Lalu bibirnya menyentuh bibirku.
“Hhhmmmm…”
Segera suara kecipak mulut kami selanjutnya yang terdengar. Tanganku memegang kepalanya dan bibirku menghisap bibirnya. Segera saja aku menaikinya. Kami bertindihan dan berciuman.
Tangan Aldo mengusap punggungku ke arah pantatku. Kami berdua terbakar nafsu birahi yang
menghanguskan.
Aldo dengan terampil membuka baju dan celanaku. Aku juga tidak mau kalah. Dalam waktu kurang dari dua menit saja kami berdua sudah bugil. Tubuhnya coklat gelap tapi bersih. Berotot dan sangat menggairahkan.
“Kamu ganteng sekali Hardi” ujarnya mengelus pipiku yang berjambang.
Berkali-kali pula dia mengagumi badanku yang berbulu. Aldo suka memainkan bulu-bulu di dadaku Dadaku diciuminya. Putingku dijilatinya. Semua membuatku menggelinjang dan makin tegang saja.
“Kontol kuda apa orang ini?” kata Aldo sambil meremas dan mengocok kontolku.
Bukannya mau sombong. Aku memang dianugerahi kontol yang diidamkan tiap pria. Panjang dan cukup besar. Panjang 20 cm besar diameter 4,5 cm. Ini bukan rekayasa. Punya kemampuan tegang penuh sehingga sangat memuaskan pacar-pacar cewekku masa kuliah dahulu. Kontol Aldo tidak sebesar punyaku karena aku keturunan Arab.
“Mau aku fuck?” bisikku ke telinganya. Lalu kujilati telinganya.
Aldo merasa kegelian dan berusaha menghindariku.
“Jangan! Gila kamu. Aku pria normal tau!” ujarnya.
Setelah ML baru aku tahu kalau ini adalah pengalaman pertamanya. Tidur bersama lelaki.
Oke, setelah itu aku mengambil pelumas dan kondom yang selalu kusiapkan di tasku untuk saat-saat ‘darurat’ seperti ini. Aku mengocok kontol Aldo dan memasangkan kondom. Kuambil posisi doggy style dan menglolesi pantatku dengan jeli. Aku harus membuat Aldo puas. Sebetulnya aku top dan belum pernah difuck juga.
“Sudah… masukin sini!” ujarku.
Aldo mengambil posisi dibelakangku. Lalu mengarahkan kontolnya ke pantatku.
“Pelan-pelan Pak… aku juga pertama kali” kataku memperingatkan.
Maksudku sebenarnya adalah pertama kali difuck. Sesungguhnya aku seorang yang biasa memasukkan kontolku ke anus pria bukan yang dimasuki, istilahnya seorang top. Sebentar saja kontol Aldo mulai menembus pertahananku. Terasa licin dan aahhhh….
“Sakit Di?” katanya menahan kontolnya.
Aku tidak bisa menjawab hanya menahan sakitku agar tidak berteriak.
“Teruskan saja…” kataku.
Segera saja Aldo mulai menyodomiku.
Perlahan rasa sakit itu mulai menghilang. Gerakan Aldo semakin cepat.
“Oh ah aah ahh hahh…”
Kontolku yang tadi melemas mulai bangkit lagi. Tegang lagi.
“Enak sekali di…” Racau Aldo.
Gerakannya semakin cepat menuju orgasmenya yang berada dipuncak. Kontolnya semakin dalam merojok pantatku. Di tengah seru-serunya kontolku terlepas dari lubang. Lalu dia berusaha memasukkan kembali.
“Ganti posisi saja Pak” kataku yang sekarang mengangkang dan tiduran.
Aldo naik ke atasku lalu menciumiku. Kontolku menegang di perutnya yang sixpack. Tak lupa
kembali dia menjilati puting dan dadaku hingga basah oleh liurnya. Dia berusaha memasukkan
kontolnya saat kakiku masih lurus. Sulit sekali. Tidak semudah memasukkan kontol ke dalam
vagina.
Kunaikkan kedua kakiku ke pundaknya. Kini lubang pantatku lebih mudah ditemukan karena lebih terbuka. Tangan kanannya segera menggenggam kontol dan mengarahkan kepala kontol ke arah anusku.
“Uhhh….” sekali lagi lubang anusku serasa disodok (memang disodok kan?!)
“Ooouuuhhh…. ini seperti memasuki memek perawan saja” ujar Aldo.
“Pengalaman sama perawan ya…?” ujarku tersenyum.
Aldo tidak menjawab tetapi menyodokku dengan keras. Aku meringis.
“Sakit tau…” ujarku mencubit dadanya.
Aldo kembali mendekat dan menghisap bibirku. Kami berciuman sementara kontol Aldo masih ada di dalam lubang anusku. Setelah lama berciuman, kulakukan seperti yang biasa dilakukan oleh orang-orang yang aku fuck. Mengerutkan pantatnya. Sehingga kontol Aldo akan terasa dihisap.
“Uuuhhh enak Di… uhhh kamu nakal ya…” ujar Aldo keenakan.
Kulakukan beberapa kali. Lalu Aldo bangkit dan memaju mundurkan kontolnya lagi. Di dahinya mulai menetes keringatnya. Tampangnya sangat jantan karena rambut cepaknya itu. Dadanya terlihat mengkilat dan sangat keras. Tetapi wajah Aldo yang aku paling suka. Tampak sangat menikmati tubuhku ini. Entah apa yang ada di pikirannya, mungkin istrinya, ah tak peduli.
“Owh ohh ohhh… ahhh ahhh…” erangnya sangat menikmati.
Aku hanya mampu memegang sebagian sprei agar tubuhku tidak terlampau bergoncang. Terasa geli pantatku terkena rambut kemaluannya yang tumbuh liar di pangkal batang kontolnya. Tubuhnya yang lain memang hanya sedikit ditumbuhi rambut. Berbeda denganku yang mungkin bisa disamakan dengan gorilla ha ha ha…
“Oh Ahh aa aaa ahhh yess” ritme erangannya tetap.
Jelas sekali Aldo menikmati persanggamaan ini. Sementara aku mengocok kontolku sendiri. Aku sangat menikmati tampangnya dan badannya. Aku belum bisa menikmati sodokan kontolnya di anusku. Aku onani sambil menikmati tubuhnya yang bebas disentuh.
“Oooohhh aaahhhhhh….” tiba-tiba dia mencabut kontolnya.
Dia melepaskan kondom lalu mengocok di depanku. Kubiarkan saja. Kupercepat kocokan kontolku juga.
“Oooooohhhhhh….” tubuh Aldo bergetar dan dari ujung kontol menyembur cairan putih kencang
hingga ke muka, leher dan dadaku. Lalu dia memelukku.
“Aaaahhhhhhh…..” tepat saat itu aku memuncratkan pejuhku.
Pejuhku membasahi perutnya. Lalu kami berpelukan erat sekali. Lalu dia tersenyum dan tidur di sebelahku. Memandangku, lalu dia tertawa.
“Kenapa tertawa Pak?”
“Ah, Panggil saja Aldo. Ini pertama aku melakukan dengan lelaki” ujarnya.
“Serius?”
Aku merasa beruntung mendapat perjaka dari seorang Aldo. Ganteng, kekar, polisi lagi hahaha..
“Mandi yuk…” ajaknya.
Akhirnya kami mandi lagi. Bukan karena air hujan. Tetapi karena keringat dan air mani kami. Kami tidak melakukan lagi di kamar mandi karena Aldo harus segera kembali ke Posnya. Sebelum keluar dari kamar kami berciuman lagi.
Malam itu aku mengantarkan Aldo ke posnya. Dia menitipkan motornya di hotel melati itu hingga hujan reda nanti. Kami saling menukar nomor telepon dan melambaikan tangan saat akan berpisah. Lalu dengan ban mobil yang sudah diganti aku pulang ke Bogor dengan senyum tersungging di sepanjang jalan. Kok bisa ya… padahal sudah lama sekali ingin ML dengan seorang polisi atau TNI. Kok bisa malam ini tiba-tiba hal itu terjadi tanpa direncana.
Di dalam pemikiranku suatu saat ingin juga fuck dengan Aldo saat dia masih memakai seragam reesminya. Saat kusampaikan hal ini ternyata Aldo juga menginginkanku saat aku memakai seragam profesi sebagai dokter. Ah mungkin lain kali…

Kepala Desa

Kepala Desa

Pengalamanku ini bermula sekitar dua tahun yang lalu saat aku baru bekerja di Balai Desa sebagai pembantu Pak Sumantri, kepala desa kami. Pak Sum orang pandai. Ia bergelar Drs. Sebenarnya ia berasal dari Jakarta, namun sudah menetap di desaku cukup lama. Pak Sum berkulit putih, wajahnya ganteng dan berkumis. Ia sangat baik kepadaku. Aku sangat senang.

Pada hari pertama aku bekerja, ia memintaku untuk mengurutnya di kamarnya di Balai Desa. Begitu sampai di kamarnya, ia memintaku untuk membukakan pakaiannya. Aku merasa aneh sekaligus malu. Namun kulakukan juga. Tubuhnya tegap dan atletis. Namun entah kenapa aku senang melihat dadanya yang berbulu lebat. Ia tersenyum kepadaku. Kemudian ia menyuruhku membukakan celananya sekalian.

Aku ragu-ragu untuk melakukannya, namun ia bilang bahwa kakinya pegal dan ingin dipijit juga. Aku berjongkok di hadapannya. Perlahan-lahan kulepaskan ikat pinggangnya. Aku merasa celananya begitu menonjol. Kemudian kutarik risleting celananya, kulepaskan celananya ke lantai dan.. aku sangat terkejut melihat kontolnya yang bukan hanya tampak menonjol melainkan sudah keluar dari celana dalamnya.

Kontolnya sangat besar dan panjang. Aku bahkan dapat melihat kepala kontolnya yang tampak mengkilat karena air mani. Aku berusaha untuk menahan kegugupanku. Kulihat ia tersenyum kepadaku. Kemudian kupersilakan ia untuk tiduran agar bisa kupijit. Kupijit bagian belakangnya. Ia memintaku untuk mengurut pantatnya. Kemudian ia membalikkan badannya memintaku untuk memijit dadanya juga.

Perlahan kupijit dadanya yang berbulu lebat. Ia memintaku untuk terus memijitnya ke bagian bawah. Aku sangat gugup. Aku merasa ia akan memintaku untuk memijit kontolnya. Namun untunglah tak lama kemudian ada yang mengetuk pintu kamar. Rupanya Pak Marmo, Sekretaris Desa memberitahukan bahwa ada tamu yang menunggu Pak Sum di kantornya. Pak Sum tampak kecewa namun ia kemudian memakai pakaiannya kembali. Saat memakai celananya, ia meminta aku menarik risleting celananya. Tampaknya ia berusaha agar aku memperhatikan kontolnya yang ngaceng. Buru-buru kulakukan itu.

Ia tersenyum sambil berkata, "Enak betul pijitanmu Kas, besok lagi ya".

Aku hanya mengangguk sambil menarik napas lega. Keesokan malamnya, aku menonton televisi di Balai Desa. Sekitar pukul 10 malam, aku dibangunkan Pak Sum. Rupanya aku ketiduran di depan televisi. Lalu Pak Sum menyuruhku agar pindah tidur di kamarnya. Lantaran sudah mengantuk, aku menurutinya. Sekitar tengah malam, Pak Sum membangunkanku. Aku terkejut melihatnya. Ia sudah telanjang, hanya mengenakan celana dalam. Kemudian ia membuka celana dalamnya dan memperlihatkan kontolnya kepadaku.

Aku terkesiap melihat kontolnya yang sangat besar, panjang dan berbulu lebat. Kemudian ia berusaha membuka bajuku. Aku berusaha menolak, namun ia terus memaksa. Akhirnya aku menyerah, kubiarkan ia membuka bajuku, bahkan kemudian celana panjangku. Ia tampak senang melihat celana dalamku, lalu kemudian mengelus dan meremasnya. Pak Sum kemudian menindih tubuhku. Dadanya yang berbulu lebat menindih dadaku. Ia kemudian mencumbu bibirku. Aku berusaha untuk menghindar namun ia terus melakukannya.

Aku menyerah, kubiarkan ia menciumi bibirku. Ciumannya sungguh menggebu-gebu. Mula-mula aku merasa risih, merasakan bibir dan kumisnya dibibirku. Lalu ia menciumi leherku, kemudian dada dan bahkan ketiakku. Aku merasa aneh namun aku diam saja. Ia terus menciumiku, perutku bahkan kemudian.. Celana dalamku. Aku terkejut ketika ia menciumi celana dalamku dengan penuh nafsu. Ia kemudian berusaha untuk membukanya.

Aku berusaha mencegahnya namun ia berkata, "Ayolah Kas, nggak apa-apa, kamu pasti suka" sambil terus memaksa.

Aku membiarkan ia membukanya. Ia tampak senang melihat kontolku. Ia menggenggam kontolku yang rupanya juga sudah ngaceng. Kemudian ia menciuminya. Astaga, tak bisa kupercaya melihatnya mencium dan menjilati kontolku dengan penuh nafsu. Mula-mula pelirku, kemudian terus naik ke batang kontolku. Akhirnya sampailah ia ke bagian kepala kontolku. Ia melirik ke arahku sambil tersenyum. Aku menahan nafas menanti apa yang akan dilakukannya. Kemudian ia menundukkan kepalanya dan.. Mencumbui kepala kontolku.

Aku tak bisa melukiskan betapa nikmat rasanya merasakan lidah dan bibirnya menjilat dan mencumbu kepala kontolku. Aku memejamkan mata, rasanya aku berada di awang-awang. Ia pun tampak sangat menikmatinya. Kemudian ia memasukkan batang kontolku ke dalam mulutnya. Ia menghisap dan mempermainkan batang kontolku di dalam mulutnya. Tanpa sadar aku mendesah penuh kenikmatan. Ia terus menghisap kontolku. Gerakannya bervariasi. Kadang-kadang lembut, kadang ia bahkan menggigitnya pelan-pelan. Aku sungguh merasa nikmat.

Kemudian akupun merasa kenikmatanku memuncak. Akhirnya aku mengeluarkan air maniku. Aku memejamkan mata. Kupikir Pak Sum akan berhenti menghisap kontolku. Namun ternyata ia terus menghisapnya. Bahkan ia terus menjilati kepala kontolku sampai benar-benar bersih dari air maniku. Akhirnya ia berhenti. Kemudian ia membaringkan tubuhnya disampingku.

Ia tersenyum sambil mengelus kepalaku dan berkata, "Bagaimana Kas, enak kan?" Aku hanya mengangguk.
Ia kemudian menindih tubuhku sambil berkata, "Mau lagi?"

Aku terdiam, tubuhku agak lemas. Namun ia terus merangsangku. Ia membimbing tanganku agar mengelus bulu dadanya. Kemudian ke kontolnya yang sangat besar itu. Dia menyuruhku untuk menggenggamnya. Aku merasa kontolku kembali gaceng. Kemudian ia memeluk dan membalikkan posisi kami sehingga kini akulah yang berada di atas tubuhnya. Ia menyuruhku untuk melakukan persis seperti yang dilakukannya kepadaku. Aku agak ragu untuk melakukannya.

Perlahan kutundukkan kepalaku, ia langsung mencumbu bibirku. Aku tak lagi menolak bahkan akulah yang kemudian dengan penuh nafsu menciumi bibirnya, lehernya terus ke dadanya yang berbulu lebat. Kuciumi dan kuelus dadanya juga ketiaknya. Tubuhnya sangat harum menggairahkan. Bahkan kujilati dan kuhisap puting susunya. Ia tampak terkejut sekaligus senang. Akhirnya aku sampai ke kontolnya. Kupegang kontolnya. Oohh.. Kontolnya sangat besar dan panjang. Panjangnya sekitar 25 cm diameternya sekitar 7 cm.

Kulihat kepala kontolnya sudah mengkilat karena basah oleh air maninya. Perlahan kudekatkan kepalaku untuk menciuminya, kemudian kucium dan kujilat dengan penuh nafsu. Pantas saja Pak Sum sangat ingin menciumi kontolku karena rasanya sangat nikmat. Kuciumi pelernya lalu naik ke atas, kuciumi bulu jembutnya yang halus kemudian batang kontolnya. Kepala kontolnya yang besar sungguh membuatku terangsang. Kujilati kepala kontolnya itu. Baunya benar-benar membuatku mabuk kepayang.

Kulihat Pak Sum memejamkan matanya karena merasakan nikmat. Kemudian aku menghisap kontolnya. Namun karena begitu besar dan panjang, mulutku hanya bisa menghisap sekitar separuh saja. Itupun mulutku terasa penuh karena ukuran kontolnya luar biasa besar. Kupermainkan kontolnya agar ia mengeluarkan air maninya. Namun ia memang luar biasa. Sesudah hampir satu jam pun ia belum juga mencapai puncak kenikmatan. Aku tak putus asa. Kuhisap terus kontolnya sambil menggenggam dan mempermainkan kontolnya.

Kemudian aku melepaskan hisapanku. Kupegang dan kudekatkan kontolku ke kontolnya. Kugesek-gesekkan kepala kontolnya dengan punyaku. Ia mendesah penuh kenikmatan. Lalu aku kembali menghisap kontolnya. Usahaku berhasil, tak lama kemudian ia mengerang lalu aku merasakan mulutku dibanjiri air maninya yang kental. Kuhisap dan kutelan air maninya. Rasanya agak sedikit asin tapi baunya sungguh membuatku mabuk kepayang. Kemudian kujilati kembali kepala kontolnya yang semakin basah karena air mani sampai bersih. Kemudian kubaringkan tubuhku disisinya.

Ia menatapku dan memujiku sambil berkata, "Kamu luar biasa, Kas".

Aku memejamkan mataku. Kupikir ia sudah lelah. Namun rupanya ia belum puas. Tangannya kembali mengarahkan tanganku agar memegang kontolnya. Astaga.. Ia memang luar biasa. Kontolnya masih tetap besar dan keras seperti semula. Kuremas kontolnya. Kemudian ia menyuruhku membalikkan badan dan menungging. Mula-mula aku tak mengerti apa yang akan dilakukannya.

Kemudian ia memegang pantatku lalu kurasakan ia menggesekkan kontolnya ke pantatku. Kurasakan kontolnya yang besar di pantatku dan aku merasa nikmat. Namun rupanya Pak Sum tidak hanya sekedar ingin menggesek-gesekkan kontolnya ke pantatku karena kemudian kurasakan ia berusaha memasukkannya ke anusku perlahan-lahan. Semula kupikir hal itu tidak mungkin karena kontolnya yang sangat besar. Namun aku salah. Ternyata kontolnya bisa masuk.

Lalu ia memelukku dan mengeluarmasukkan kontolnya persis seperti sedang mengentot. Mula-mula memang terasa sakit dan aneh. Namun kemudian ternyata rasanya nikmat dan aku menikmatinya. Aku sangat terangsang. Apalagi tangannya juga meraba-raba tubuhku dan meremas kontolku. Ia juga menciumi leherku sambil terus mengentotiku. Kurasakan ia mengguncang-guncang tubuhku semakin lama semakin cepat. Akhirnya ia mendesah, rupanya ia telah mencapai puncaknya. Kurasakan kali ini pantatku dibanjiri oleh air maninya. Namun ia tidak langsung berhenti. Ia masih terus mengentotiku selama beberapa menit. Kemudian akhirnya ia mencabut kontolnya lalu berkata..

"Ayo Kas, sekarang giliran kamu".

Aku terkejut, namun aku mengerti apa yang harus kulakukan. Ia menungging lalu kuarahkan kontolku ke pantatnya. Perlahan kumasukkan kontolku ke dalam anusnya. Mungkin karena kontolku lebih kecil, aku dapat memasukkannya lebih mudah. Kemudian aku mulai mengentotinya. Kupeluk badannya, kuelus dadanya yang berbulu lebat. Kuraba pula kontolnya. Ia sungguh luar biasa. Kontolnya masih tetap keras. Aku rasakan aku semakin terangsang. Kemudian aku merasa bahwa aku akan kembali mengeluarkan air mani. Benar saja. Tak lama kemudian aku mengeluarkannya didalam pantat Pak Sum. Aku tak kuat lagi. Kucabut kontolku. Tubuhku benar-benar lelah. Kubaringkan tubuhku. Ia kemudian berbaring di sisiku.

Ia berbisik, "Sudah capek Kas? Tidurlah. Ini sudah hampir pagi. Besok kita lanjutkan ya". Aku mengangguk.

Ia kemudian memelukku. Nikmat sekali merasakan dadanya yang berbulu lebat. Akupun tertidur dalam pelukannya. Sejak saat itu, setiap kami bisa berduaan, pasti kami menghabiskan waktu dengan berhubungan seks. Kami melakukannya di mana saja. Selain di kamarnya, kami juga melakukannya di kamar mandi, di mobilnya bahkan pernah di sebuah toko waktu Pak Sum mengajakku ke Jakarta. Ia ingin membelikanku pakaian.

Sewaktu aku sedang mencoba celana panjang baru di kamar ganti sebuah toko, ia masuk dan kemudian melihat aku sedang membuka celanaku. Lalu ia membuka celana dalamku dan menghisap kontolku. Aku terkejut dan sangat gugup namun ia terus melakukannya sampai aku membasahi mulutnya dengan air maniku. Sesudah itu bahkan ia juga menyuruhku menghisap kontolnya.

Begitulah kehidupan seksku dengan Pak Sum. Aku benar-benar berbahagia. Tak kusangka berhubungan seks dengan sesama lelaki dapat terasa begitu nikmat. Kami melakukannya tanpa mengenal waktu dan tak pernah merasa bosan. Ia sangat sayang kepadaku. Aku pun sangat mencintainya. Kami berjanji akan terus bersama, selamanya.

Namaku Yadi

Mas Yadi

Jadilah diri sendiri. Jangan mau jadi orang lain atau makhluk lain. Berlakulah sebagai kodrat yang diciptakan oleh Tuhan. Itu terus yang terngiang di telingaku, di pikiranku. Selagi aku menghindar dari semua godaan yang aku senangi tapi tidak disenangi Tuhan, bisikan-bisikan itu terus bersuara. Kadang pelan, kadang sampai menghentak jantungku.
Sore ini aku pulang tidak terlalu malam. Sebenarnya, ini adalah Ramadhan keduaku jauh dari teman-teman dan keluarga. Rasanya sedih juga. Aku masih ingat suasana sahur yang tenang tapi asik, atau suasana buka yang rame tapi masih tetap khusuk. Kesibukan kantor, membuat aku menjalankan ibadah puasa lancar-lancar saja. Cuma ibadah lainnya yang harusnya dapat kulakukan lebih intensif, tak dapat kulakukan penuh. Pulang kantor yang sudah malam membuat aku jarang sholat tarawih di mesjid.
Kamarku masih sepi dan gelap. Dimaz yang beberapa hari ini nginap di tempatku belum pulang. Cowok ganteng, teman yang aku kenal ketika sama-sama ikut pemilihan Foto Model sewaktu di Jogya, mengikuti seleksi karyawan di salah satu kantor di kawasan Kuningan. Dia sendiri baru saja selesai S1 Arsitekturnya di salah satu perguruan tinggi di Yogya dan tinggal wisuda saja. Hari ini adalah hari kelima dia di kamarku. Katanya hari ini dia test khusus, hanya diikuti 40 orang, setelah test umum tertulis yang diikutinya dinyatakan lulus. Hebat dia. Dia menyisihkan hampir 200 orang peserta yang ikut test. Kupikir, zaman sekarang, seleksi semacam itu hanya basa-basi saja. Kolusi tetap ada!
Setelah mandi dan melakukan kewajibanku sebagai muslim, aku tiduran. Sengaja aku tidak nyalakan TV. Rasa kantuk dengan cepat menyerangku setelah menikmati kenyamanan di kasur. Hm.. Jakara yang belum hujan dan puasa yang kulakukan tadi siang, membuat aku cepat lelah.. Atau kekenyangan dengan menu buka puasa yang lumayan banyak tadi sore.
"Maaf, udah tidur ya?" si ganteng Dimaz baru pulang. Aku lihat dia sedang di depanku memperhatikan aku tidur bertelanjang dada dan bercelana batik. Apakah dia sudah lama memperhatikanku? "Nggak pa-pa," jawabku malas. "Gimana testnya? Lancar?" tanyaku sekedarnya. "Ya.. Lumayan. Maaf aku pulang kemalaman, jalan-jalan dulu, trus bingung naik kendaraan umumnya." jelasnya. Aku menggangguk. "Aku ngantuk berat nih.. Aku tidur ya.." kataku sebelum dia bercerita lagi. Mataku benar-benar sangat berat untuk dibuka.
Aku putar tubuhku untuk mengambil posisi tidur yang nyaman lagi. Aku ingat, aku masih tidak pakai baju. Dengan segera aku raih kaos oblongku di samping tempat tidur, dan memakainya dengan sedikit mengangkat badanku agar dapat menyarungkan kaos ke tubuhku.
"Aku tidur dulu ya," pamitku lagi sambil melirik Dimaz yang sudah membuka pakaiannya. Dia hanya memakai celana dalam dan berjalan mengambil handuk. Mau mandi dia. "Iya," jawabnya. "Aku juga mau mandi dulu. Gerah sekali.."
Walau sudah biasa untuk menahan gejolak nafsu kalo lihat cowok keren, aku tetap saja ser-seran. Untung aku sedang sangat ngantuk, kalo tidak..? Terus terang saja, aku masih susah untuk menyetel otakku agar 'menganggap biasa saja' kalau lihat yang keren seperti Dimaz tadi. Sholatku terasa sia-sia selama ini.. Aku belum bisa tunduk terhadap aturan Tuhan, seperti janji-janjiku dalam surat-surat yang kubaca dalam setiap kali sholat. Ah..
Ada yang aneh terasa yang membuat aku terbangun. Ketika mataku terbuka untuk melirik jam dekat TV, kulihat bayangan yang membuat jantungku berdegup kencang. Lampu ruangan memang tidak nyala. Jam di dinding menunjukkan sudah setengah dua dan TV nyala sedang menyiarkan sepakbola. Suara TV kudengar sayup-sayup saja, dan suara dengus dan nafas yang tertahan membuat aku menggerakkan bola mataku mencari sumber suara mesum itu.
Kutahan sekuat tenaga agar tubuhku tidak bergerak, walau tubuhku terasa menggigil menahan nafsu. Kulihat Dimaz sedang setengah telentang di depan TV, disiram cahaya TV yang menyala, telanjang! Benar-benar telanjang polos! Dia telentang bersandarkan bantal lantai di atas karpet vinyl. Tangan kirinya menyangga kepalanya, sedang tangan kanannya memainkan kontolnya yang setengah tegang. Pemandangan yang sangat indah di mataku, terasa aku bermimpi. Aku tidak mimpi. Ini nyata, Yadi! Syetan sudah mulai menyapaku. Walau udara di kamarku terasa agak panas, tapi tubuhku menggigil..
Kontol yang gemuk dan panjang itu bergerak-gerak seperti ikan lele yang dipegang hanya bagian ekornya. Dia menjepit batangnya itu dengan jempol, jari telunjuk dan tengah, Sedang jari manis dan kelingkingnya di tekuknya. Karena pegangan yang sedikit itu membuat gerakan kontolnya seperti menari-nari. Dia menggerakkan naik turun dengan jepitan yang tidak begitu kencang. Jantungku tidak dapat diajak kompromi. Berdetak makin keras melihat otot bulat panjang yang mengkilat itu bergerak-gerak liar di tangannya. Tubuh Dimaz sudah berkeringat, dapat kulihat tubuh indahnya yang mengkilat. Entah sudah berapa lama dia memainkan barangnya itu. Kelihatan asyik sekali dan sangat menikmati. Ah.. Nafasku tetap tak tertahankan dan kakiku menuntut untuk digerakkan..
Dimaz melirik ke arahku ketika aku menggerakkan kakiku dan mendengus. Sungguh, aku sudah susah mengontrol diri. Aku menggeliat dan kembali keposisi tidur. Mungkin dia pikir aku masih tidur, dia kembali mempermaikan kontolnya yang makin tegang dan sangat indah kulihat dengan hanya cahaya TV. Sekarang kedua tangannya aktif dengan batang di selangkangnya itu. Menariknya ke pinggul kanan, ke pinggul kiri, memutarnya dan menekannya ke arah perut. Ujung kontolnya nyaris sampai ke pusarnya. Ukuran di atas rata-rata. Sesekali dia mempermainkan puting susunya yang mulai mengeras. Dengus nafasnya kudengar makin keras. Aku bernafas kencang, seperti orang tidur nyenyak..
Cukup lama aku nikmati apa yang dilakukannya tanpa dia tahu. Kontolku juga sudah menegang. Tapi kutahan diri untuk tidak menyentuhnya.. kalau tanganku ikut melakukan seperti yang dilakukan Dimaz, wah.. Dosa apa lagi ini? Mestinya aku menghentikan apa yang dilakukannya. Atau aku alihkan mataku ke tempat lain. Tapi syetan yang ada di otakku menyuruhku untuk terus menikmati live show ini.
Kulihat Dimaz tidak menonton TV yang di depannya Matanya kadang terpejam, menikmati rangsangan yang dilakukannya. Kadang wajahnya menoleh kesamping, seperti menahan nikmat yang ada. Tangannya makin liar. Tangan kirinya mempermainkan pelirnya dan sesekali jarinya masuk ke bibir anusnya. Tubuhnya melengkung agar tangannya dapat mencapai daerah anusnya. Jari-jarinya terus mengelus pelan sekujur tubuhnya. Ototnya menegang..
Kenapa ini kau biarkan Yadi! Akhirnya ada suara yang sangat keras, membuat aku memutar tubuhku, membelakangi Dimaz yang makin nafsu bermasturbasi. Walau aku tidak melihat langsung apa yang dilakukan Dimaz, tapi dapat kurasakan apa yang sedang terjadi padanya. Ah.. Suara keras nafasnya, dan geliat tubuhnya yang atletis itu menandakan kalau dia orgasme dengan muncratan spermanya yang tumpah ke perutnya, ke dada dan sebagian ke pahanya.
Usahaku untuk menghapus apa yang kulihat tadi dengan memejamkan mataku sia-sia. Bayangan Dimaz yang sedang mengocok kontolnya dengan cepat masih terlihat jelas di mataku. Kembali aku tutup mataku rapat, sambil kutarik bantal untuk menutupi telingaku. Semua masih jelas. Kenapa ini? Tubuhku menggigil dalam udara panas begini.. Dalam hati aku menyadari kesalahanku. Tuhan pasti sedang mengujiku lagi.. Pelan aku berzikir.. Mohon ampun..
Usaha yang kulakukan membuat aku sedikit tenang. Aku hela nafas panjang. Aku nggak peduli Dimaz tahu apa tidak, kalau aku sudah melihat dia bermaksiat tadi.. Aku pejamkan mataku.. Kuatur nafas agar tenang. Sampai aku tertidur.
Syetan itu kembali datang membangunkanku untuk memutar tubuh menghadap Dimaz yang sedang mempermainkan barangnya. Tubuhnya kilihat sangat indah. Dadanya, lengan bahunya, perutnya, pahanya.. Ruangan kamarku terasa sangat terang, sehingga aku dapat jelas melihat lekuk tubuhnya.
"Sedang apa?"
Kok aku bertanya lagi? Dimaz seperti tidak merasa berdosa apalagi malu. Dengan tenang dia terus mempermainkan kontolnya, dan spermanya yang berlepotan di sekitar tubuhnya diratakannya. Senyum menggodanya membuat jantungku berdetak kencang. Srr! Tangannya mengelus tubuhnya seperti menari di mataku. Tubuh telanjangnya berkeringat..
"Aku sedang pusing. Dan aku sedang mendapatkan kesenangan.." jawabnya. Sorot matanya seperti mengajakku untuk ikut serta. Aneh, aku tidak berkomentar apa-apa.
Wuih! Akhirnya aku bangun sambil membuka kaosku dan celana batikku. Aku berdiri berjalan ke depan Dimaz, telanjang! Kontolku sudah setengah tegang. Dimaz mengangkat badannya untuk bersila. Akupun duduk di depannya. Aku seperti sedang bercermin. Kami saling mengocok kontol masing-masing. Pelan dan terasa sudah licin sehingga aku dengan mudah naik-turunkan telapak tanganku yang menggenggam batangku. Barang kami dan tubuh kami sama mengkilat.
Tubuh kami tak jauh beda dalam ukuran dan keindahannya. Dimaz memang lebih tinggi 5 cm-dia 178 cm-dan lebih muda dua tahun dariku. Tulang besar dan otot yang padat yang saling berhadapan ini, kami perbandingkan, tanpa saling sentuh. Lama aku menatap tubuhnya, seperti dia juga menatap seluruh tubuhku. Kami masing-masing-entah kenapa-bisa menahan diri tidak saling sentuh dan raba. Kuperhatikan seluruh lekuk tubuhnya yang indah itu.. Sampai akhirnya aku ejakulasi hebat. Kontolku memuntahkan spermanya tanpa genggaman kencangku. Otot selangkangku mengejang. Ah.. Nikmat sekali! Tumpah semua di depan Dimaz. Jaringan syarafku terasa lega, setelah selama ini menegang kencang. Kutarik nafas panjang.. Pelan kulelus batangku, usaha menormalkan rangsangan.
Kontolku masih tegang ketika aku bangkit untuk mengambil tisu, maksudnya mau membersihkan spermaku yang tumpah tadi. Waktu melangkah, terasa lututku terasa agak kaku. Tertatih aku melangkah. Kulihat Dimaz kembali mengocok pelan kontolnya sambil telentang dan kaki ditekuk mengangkang. Tapi lama-lama dia mempercepat gerakan tiga jarinya yang sedang menjepit itu, sampai akhirnya.. Tumpah semua diiringi dengus nafas dan gelinjang tubuhnya..
Azan subuh membangunkanku! Apaan ini? Aku mimpi basah, kataku dalam hati, ketika tanganku menyentuh kontolku yang sudah tidak begitu tegang. Cairan kental itu membasahi bagian depan celana batikku. Cairan kental itu seperti ditumpahkan keselangkangku. Banyak sekali terasa. Jantungku langsung kembali berdebar. Ada rasa berdosa timbul.. Aku terlambat bangun untuk sahur. Tapi aku niatkan akan terus puasa.. Walau tidak makan sahur.
Kulihat Dimaz juga masih tidur dengan hanya mengenakan celana pendek katunnya di depan TV di atas karpet vinyl. Dada dan perutnya yang padat itu bergerak naik turun. Dia tidur nyenyak dengan ekspresi wajah tampannya yang kelihatan sedikit tersenyum. Indah sekali. Kulihat sekitar tubuhnya ada bekas cairan sperma yang sudah mengering. Biasanya aku bangunkan dia untuk sahur. Tapi karena udah waktunya imsak, ya kubangunkan nanti saja. Ingin aku perhatikan tubuh indah Dimaz itu lebih lama.. Tapi aku takut akan terjadi ' hal tak diinginkan' lagi. Bayangan tubuh Dimaz yang telanjang polos, entah kenapa kembali terbayang..
Aku mandi dengan niat membersihkan diri. Setelah membersihkan bekas sperma di sekitar kontolku dan bulu kontolku yang baru tumbuh-biasa aku mencukur bersih bulu kemaluanku, agar bersih saja dan enak dilihat. Aku lakukan rukun mandi wajib, aku berwudhu kemudian menyiram kepalaku dan tubuhku. Kulakukan beberapa kali. Ada rasa lega.. Tapi selalu begini. Mimpi basah, tapi dengan objek bersama laki-laki.. Ingin aku mimpi basah yang normal.. Atau ini gara-gara aku sebelumnya lihat Dimaz yang masturbasi dan berefek ke tidurku? Ya Allah.. Ada apa dengan umatmu yang satu ini? Ada syetan dalam tidurku..!
Ketika aku kembali ke kamar, Dimaz sudah pindah tidur ke tempat tidurku. Ada rasa was-was kalau dia menemukan tumpahan spermaku di sana. Tapi ketika kuperiksa, tidak ada bekas cairan. Berarti hanya tumpah dicelana. Aku lega. Dimaz masih nyenyak kulihat tidurnya. Di penglihatanku Dimaz tidur telanjang, bugil! Kugelengkan kepala untuk menghapus bayangan mesum itu.
Setelah sholat Subuh, aku berpakaian dan bersiap berangkat kantor. Ketika aku sedang memakai sepatu, Dimaz bangun.
"Kamu puasa Yadi?" tanyanya dengan suara berat." Tadi aku tidak sahur.." "Insya Allah," jawabku. "Kenapa? Kau tidak puasa," aku balik bertanya. Dia mengeluh. "Nggak tahulah. Aku.." dia tidak lanjutkan kata-katanya. Tapi aku tahu apa yang akan disampaikannya. Sesekali bayangan tubuh telanjang Dimaz kembali berkelebat di mataku. Hh.. Apaan ini? Kepalaku jadi terasa sangat pusing.. "Udah, mandi saja sana. Bersihkan diri dan sholat subuh.. Syetan jangan diikuti.." tambahku. Hh, aku juga kalau sedang begitu, malas bangun.
Sesampai di kantor, suasana masih sepi, belum ada yang datang, kecualai office boy dan satpam. Masih terlalu pagi. Aku ada kerjaan utama yang harus segera diselesaikan yaitu membuat presentasi pakai power point untuk laporan akhir tahun perusahaan. Malas aku memulainya. Aku buka email dan aku tersadarkan. Anggota milis porno yang ada, masih belum kubuang. Hari ini, menjelang siang, aku bersihkan semua file maksiat yang ada di komputerku termasuk link internetnya. Aku delete semua tanpa kecuali dan rasa 'sayang'. Ada rasa lega. Ini baru hal kecil Yadi! Suara itu hadir lagi. Lebih akrab. Kalau kamu mau kembali ke jalan yang benar, ada usaha-usaha lain yang harus kamu lakukan. Dan lebih besar dari hanya membuang file seperti tadi..
Kulihat sekeliling. Aku berharap menemukan Elang pagi ini. Aku mau laporan, betapa leganya kalau sperma keluar sendiri lewat mimpi, setelah hampir tiga bulan aku tidak masturbasi. Tidak ada Elang. Tapi suara hati yang baik tadi terasa terus mengulang-ulang terdengar di telingaku.. Suasana kantor semakin siang, semakin sibuk.
Seharian aku di depan komputer, diselingi kehadiran Bang Jay dan Adrian, anak baru di kantorku. Adrian tidak begitu ganteng menurutku, cuma anaknya santai banget. Dan satu lagi, yang aku kurang senang adalah 'cari mukanya'. Kupikir apa yang dilakukannya memang perlu baginya sebagai anak baru. Kutepiskan pikiran jelek mengenai dirinya. Tapi yang jelas, dengan kehadiran Adrian di tim kerja ini, membuat efek negatif pada semangat kerjaku.
Menjelang sore, kutitipkan CD file presentasi ke Rina untuk disampaikan kepada Bu Poppy yang kebetulan hari itu sedang keluar kantor. Ingin aku pulang tidak terlalu malam dan sholat tarawih di mesjid hari ini. Seminggu lagi lebaran. Ibadah yang sekali setahun ini, seringkali mengangenkanku. Tapi entah kenapa, kemaksiatan masih saja kulakukan, walau dengan rasa dosa menyertainya. Setiap kali niat untuk tobat aku ikrarkan, setiap kali pula godaan itu menguji..
Adrian sedang di ruangan studio foto, tempat kerjanya Bang Jay ketika aku jalan untuk melemaskan otot dan otakku. Suntuk juga lama-lama di depan komputer. Dia memang diminta mempersiapkan materi foto untuk mockup iklan shampo. Ketika aku masuk keruangan yang dipenuhi banyak foto itu, kulihat Adrian dan Bang Jay yang duduk berdampingan sedang menikmati foto-foto di layar monitor. Kulihat akrab sekali mereka berdua.
"Puasa-puasa liat gituan?" seruku menyaksikan apa yang mereka lihat.
Itu adalah koleksi Bang Jay, yang dulu aku pernah lihat juga. Foto adegan ML hetero dan homo! Mereka tertawa saja. Aku tak tahu, apakah mereka puasa atau tidak. Tapi aku tahu mereka keduanya muslim. Syetan terkutuk sedang merasuki ruangan ini, batinku. Aku segera keluar.
"Kalau nggak nafsu, katanya nggak apa-apa," suara Adrian membela diri.
Walau bagaimana pun otak pasti merekam untuk dapat menjadikan bahan tadi jadi pemicu nafsu kotor, kataku dalam hati. Kenapa tidak kau sampaikan langsung Yadi! Aku menggeleng sambil melangkah ke meja kerjaku. Sulit aku untuk menjelaskannya, karena akupun tidak gampang untuk menjauhkan diri dari hal yang berdosa. Aku masih terus usaha.. Ya Allah, bantu aku ya..
Aku merapikan mejaku. Rasanya aku harus menemukan diriku sendiri. Aku harus lakukan sesuatu.. Batinku berkecamuk. Aku duduk di kursiku. Mungkin efek lapar karena puasa, membuat otakku terasa sangat aktif. Segala dialog terasa terngiang jelas di telingaku.. Tanganku menggerakkan mouse mencari kesibukan.
Aku terbangun ketika terasa ada yang menghembuskan angin ditelingaku dengan kencang. Dari tadi memang terasa ada hembusan angin, tapi kuhiraukan saja karena ngantuk. Aku ketiduran! Kucari tahu jam berapa sekarang dengan mengaktifkan layar komputerku. Sudah hampir jam tujuh! Kulihat sekelilingku sudah sepi. Huh! Tega-teganya tidak ada yang membangunkanku.
Aku melangkah ke ruang dapur cari sesuatu untuk membatalkan puasaku. Siapa tadi yang membangunkanku? Kuambil gelas dan menuju dispenser untuk mengambil air hangat campur air dingin. Alhamdulillah! Rasa segar menyelusuri pori-poriku ke seluruh tubuh. Rasa kantukku mendadak hilang. Tapi keseimbanganku belum pulih benar. Kembali aku ke ruanganku untuk mengganti sepatuku dengan sendal. Aku harus segera sholat Magrib. Sebentar lagi waktu Isya masuk. Aku ambil wudlu di toilet belakang yang bersebelahan dengan ruang sholat. Dengan tenang aku sholat sendiri.. Dan terasa ada ikut sholat juga. Kukeraskan bacaan sholatku dan ada suara "Amin" yang menyertai suaraku. Entah siapa. Biasanya kan bahu imam ditepuk kalau mau ikut sholat berjamaah.. Dan kalau sendiri, berdiri di samping kananku.. Tapi ini dia di belakangku.
Kadang aku malu dengan sholatku selama ini. Kenapa tidak membuat aku menjadi baik? Atau paling tidak, aku kuat untuk tidak gampang menghadapi hal-hal yang penuh maksiat. Tapi selama ini masih saja aku gampang melayani hal-hal yang diharamkan itu..
Persis saat aku selesaikan sholatku, dan mengecek ke belakangku untuk bersalaman, tidak ada siapa-siapa. Kudukku merinding.. Siapa yang tadi jadi makmum? Suara "Amin" jelas tadi terdengar di rakaat pertama dan kedua. Siapa..? Aku lanjutkan dengan berzikir pelan. Azan Isya mengumandang beberapa menit kemudian. Kenapa suara azan sekarang terasa nyaring kedalam ruangan ini? Setelah beberapa saat merenung, berdoa, aku lanjutkan dengan sholat Isya. Begitu mudahnya aku melaksanakn apa yang jadi kewajibanku, tapi begitu mudah juga aku melakukan yang dilarang Tuhan.. Ya Allah, ampunilah umatmu ini. Kembali hatiku bergetar..
Rasa lapar yang sangat, membuat aku segera turun setelah sholat, keluar kantor cari makan. Kurapikan rambutku yang masih ada sisa air dengan menyisirnya dengan jari-jariku Satpam yang kutemui terkejut melihatku.
"Pak Yadi belum pulang?" tanyanya. "Iya, tega ya tidak dibangunkan untuk berbuka..," kataku dengan nada canda. Kutepuk bahunya sebagai jawaban "tidak apa-apa" agar dia tidak sampaikan alasan. Tapi tetap dia berbicara.. "Tadi saya sudah periksa, diatas nggak ada orang kok.. Cuma.." aku tidak mendengar lanjutan kalimatnya. Keburu lapar.. Langkah kupercepat ke warung.
Aku tersenyum saja sambil melangkah ke warung langgananku. Untung masih ada makanan untuk berbuka. Warung sudah tidak begitu ramai. Aku dapat bonus kolak labu. Teh hangat kembali menyegarkan seluruh tubuhku. Inilah salah satu nikmat orang berpuasa.
Selesai makan aku kembali ke kantor, untuk mengganti sendalku dengan sepatu. Setelah aku pakai sepatu, aku jadi ingat CD presentasiku untuk Bu Poppy. Aku ke ruangannya yang tidak terkunci. Ruangan yang cukup luas dengan satu set kursi tamu dan ada meja makan atau biasa kami gunakan juga untuk rapat kecil. Di pojok ada rak buku yang sangat kusuka untuk menumpang baca. Ada jendela yang di luarnya dapat lihat keramaian jalan raya.
Kulihat di meja kerjanya sudah tidak ada CD yang kucari, berarti sudah dibawanya, pikirku. Entah kenapa timbul rasa ingin kencing, membuat aku melangkah ke kamar mandi ruangan kantor ini. Ruangan kantor Bu Poppy ini memang ada kamar mandinya. Komplit lagi, seperti rumah tinggal. Memang kantornya seperti rumah tinggal, ada kulkas juga, kompor kecil dan microwave. Hm, komplit deh..
Deg! Pintu kamar mandi tidak sempat kubuka lebar. Tapi cukup untuk dapat melihat ke dalam. Kulihat pemandangan yang membuat syarafku menegang. Ada dua orang cowok sedang mandi di bawah pancuran, berhadapan sambil berciuman. Ah.. Mestinya aku tutup pintu ini, dan membiarkan adegan itu berlalu. Tidak dinikmati seperti ini.. Aku malah sudah tidak ingin kencing..
Bang Jay dan Adrian! Dapat kulihat wajah yang sudah basah dan penuh nafsu itu setelah mereka melepaskan ciuman yang rapat sekali tadi. Jantungku, seperti biasa merespon rangsangan yang kulihat dengan berdetak kencang. Yadi, tutup pintunya! Ah.. Entah kenapa tanganku diam saja, membiarkan pintu terbuka dan mataku menyaksikan adegan bugil dua makhluk sejenis itu. Nafasku sedikit sesak..
Mereka saling berdekap, berpelukan. Gerakannya membuat kulit mereka saling bersentuhan, rapat sekali. Saling gesek, elus. Tubuhku menggigil. Tapi tetap tidak menutup pintu, dan membiarkan mataku menikmati kemaksiatan itu. Tangan Adrian turun mencari batang Bang Jay yang menegang. Menariknya ke samping. Mengocoknya dengan pelan. Mempermainkannya. Akhirnya Adrian menggenggam kontolnya dan kontol Bang Jay di telapak tangannya. Dua batang bulat itu saling menggesek rapat sekali. Tangan Bang Jay di bahu Adrian meremas. Wajah mereka kembali saling mendekat lagi Ah.. Dapat kudengar suara penuh nafsu itu. Kakiku masih menggigil.. Adrian masih mempermainkan dua batang itu dengan kedua telapak tangannya.. Beberapa saat adegan itu terasa menghipnotisku untuk tetap berdiri di pintu kamar mandi ini.
Bang Jay sekarang memutar tubuhnya dan Adrian memeluknya dari belakang. Adrian mencium belakang telinga Bang Jay, ke pipinya. Tangan Bang Jay kebelakang, meremas batang Adrian di pantatnya. Tangan Adrian bergerak dari dada, terus turun ke depan kontolnya Bang Jay, menggenggamnya, mengocok barang itu. Ah.. Tutup pintunya Yadi! Kembali suara itu terdengar. Kulihat ke sekeliling ruangan. Tidak ada siapa-siapa. Kembali pandangkanku ke pasangan yang makin panas itu. Jantungku dan tubuhku sudah susah diajak kompromi..
Rasanya ada tangan yang panas sekali menarik tanganku, agar aku menutup pintu. Mau tidak mau aku tutup pntu dan segera keluar ruangan. Sempat aku lihat Bang Jay yang sedang membungkukkan badannya dan membiarkan Adrian menyodokkan kontolnya di pantat.. Gila! Adegan gila yang pernah aku lihat!
Jantungku belum tenang. Aku melangkah dengan tubuh masih menggigil. Ada apa dengan kamu Yadi? Tadi kamu biarkan matamu melihat kemaksiatan itu, sekarang tubuh kamu meresponnya.. Hampir jatuh aku ketika turun tangga.. Ingin aku menutup mata dan membuang semua bayangan Adrian dan Bang Jay yang sedang bergumul di bawah pancuran.. Tapi susah sekali. Aku malu untuk minta ampun lagi.. Zina mata yang kulakukan tadi.. Ya Allah.. Nafasku ngos-ngosan, bukan karena turun tangga, tapi respon tubuhku terhadap apa yang kulihat.. Pandanganku tidak bisa hilang dari bayangan itu..
Satpam yang kutemui ketika akan makan tadi sore tidak ada. Mungkin sedang sholat dia. Hampir jam sembilan malam. Ketika aku berusaha untuk melepaskan diri dari pikiran jorok, entah kenapa, ada saja hal yang jorok itu dengan mudahnya tampil di depanku. Ya Allah, aku tahu ini semua ujian untukku. Masih kuatkah niat aku untuk jauh dari dosa-dosa itu.. Tapi jangan yang begitu ya Allah. Kembali hatiku, pikiranku berdialog. Bantu aku mencari alternatif, keluar dari semua ini..
Angkot yang kunaiki terasa cepat mencapai perhentian bis yang biasa kunaiki. Malam sudah mulai sepi. Hanya ada beberapa orang yang kulihat sedang bawa sajadah, baru pulang sholat tarwih, mungkin. Ketika bis jurusan tempat tinggalku datang, segera aku mengejarnya. Ketika naik, kupersilakan seorang cewek yang.. hm, lumayan manis, naik duluan. Wanginya terasa segar di hidungku. Aku mengikuti dia dari belakang mencari kursi kosong. Dapat kulihat wajah-wajah lelah penumpang bis ini.
Hanya ada dua kursi kosong di deretan kursi dua. Kembali aku persilakan dia duduk di pinggir. Dia menurut, walau sedikit ragu.
"Saya mau turun di Kramat," kataku menjelaskan kenapa mau duduk di sisi tengah. Kupikir dia akan turun di terminal terakhir jalur bis ini. "O..?" hanya itu yang terucap di bibirnya. Bibir yang indah, dengan sapuan lipstik yang tipis.
Setelah beberapa saat terdiam, dia bergerak mengambil tas kecil yang di pangkuannya. Baru aku perhatikan, dia memakai celana jeans dan blus yang longgar kerah cina yang panjang warna krem. Dapat kulihat kerudung yang terlipat di tasnya. Dia menjawab teleponnya.
"Gue lagi di bis," katanya. "Nggak usah. Lu tak usah repot.. Kan udah gue bilang, kita tidak usah temuan lagi.. Iya nggak apa-apa.. Nggak usah!" suara kencangnya membuat beberapa penumpang menoleh ke arah kami. "Nggak usah. Lu sudah nggak bisa jadi teman gue.. Gue udah bilang, cukuplah yang gue sampaikan.. kalau lu nggak mau ngertiin, ya udah. Dua tahun gue udah biarin lu.. Ya udahlah.. Gue di bis. Nggak enak, orang pada liatin ke sini.. Ya nggak!"
Akhirnya dia mematikan HP-nya. Jantungku berdetak, membuat aku mengelus dada.
"Maaf," katanya melihatku kaget tadi. Sungguh, aku memang kaget, seperti aku yang dimarahinnya langsung. Aku tersenyum. "Serius sekali teleponnya. Sampe marah begitu.." Dia menghela nafasnya berusaha tenang. "Biasalah.." katanya akhirnya setelah beberapa saat terdiam. Aku memang menunggu komentarnya..
Kemudian dia bercerita. Pelan suaranya, mungkin supaya orang sekitar dalam bis ini tidak dengar. Katanya dia punya teman akrab, hubungan sudah dua tahun. Yang jadi masalah si temannya ini kembali berhubungan dengan cowok gay, yaitu bosnya sendiri. Hubungan mereka bukan hubungan antar cowok biasa tapi hubungan pasangan gay. Aku tidak percaya dengan pengakuan cerita dia. Kenapa dia mau pacaran dengan cowok yang sudah ketahuan gay.
"Gay itu menurutku gaya hidup saja," jelasnya. "Seperti gaya hidup vegetarian, yang tidak suka makan daging. Atau gaya hidup lainnya yang mau beramping-ramping. Gaya hidup yang tidak sesuai kodrat yang diberikan Tuhan." Bicaranya tegas dan jelas. "Kalau gay, ya gaya hidup berhubungan seks hanya dengan sesama." "Dan semua itu dapat saja kembali menjadi normal lagi," tambahnya, sambil melihat ke arahku. "Iya kan? kalau vegetarian mau kembali makan daging, kan nggak masalah. Atau orang yang diet ketat, kembali ingin makan sesukanya. Kita manusia, kodratnya diciptakan Tuhan agar kita tidak susah.." Dia menarik nafasnya. Ada usaha untuk menenangkan diri, agar tidak terlalu emosi. "Masak kalau kita suka pizza, kemudian berusaha dan harus jadi orang Itali? Kan enggak la ya. Kodrat kita memang suka makan, tapi tidak harus menjadi orang lain kan? Kita punya nafsu seks, tapi kan ada aturannya untuk menyalurkannya. Tuhan menciptakan kita dapat berpikir, maka gunakanlah."
Kami berdiskusi seperti dua sahabat yang lama kenal. Padahal, nama pun belum saling menyebutkan. Ini kebiasaanku, kalau bicara sama orang yang baru ketemu di tempat umum seperti ini. Nggak sopan kali ya? Aku setuju saja dengan apa yang disampaikannya. Katanya dia sudah membantu cowoknya agar mengerti, hubungan dengan bosnya itu salah. Tapi nyatanya pacarnya tetap berhubungan.
"Dan kupikir, hubungan itu dasarnya materi saja. Temanku itu rupanya merosoti harta bosnya.. Yang sudah sangat tergantung sama dia, itu yang sangat aku tidak suka. Itu sudah bukan gaya hidup lagi, tapi sudah penipuan.." "Aku salut sama kamu, kamu bantu orang yang-boleh dibilang tidak normal. Jarang lho, ada cewek yang mau sama cowok yang gay," kataku. Dalam hati aku mau memastikan, adakah cewek yang mau sama aku, orang suka yang keindahan ciptaan Tuhan, khususnya cowok. "Cowok itu macam-macam. Ada yang suka ML, suka marah, suka mabok, suka sama sesama. Dan suka macam-macam lagi. Jadi, tinggal dibantu saja, diberi pengertian mana yang benar mana yang salah. Bukannya dijauhi atau dimusuhi. Semua sifat dan nafsu itu kan kodrat dari Tuhan. Tidak bisa dibantah. Yang diperlukan ya, penyaluran yang benar saja," katanya menjelaskan.
Benar juga. Ada tips yang pernah kubaca, topik untuk berkenalan dengan seseorang jangan menyinggung masalah SARA, yaitu suku, adat, ras dan agama, kalau perlu tambah politik. Tapi malam ini kami bicara menyerempet sedikit ke agama. Selagi aku senang dan dia tidak masalah, percakapan kami lancar-lancar saja.
"Turun di Kramat kan?" dia mengingatkanku. Kendaraan di jalanan sudah tidak begitu rame. "Iya, terima kasih. Turun dimana?" tanyaku bersiap berdiri. "Sama, aku juga turun di Kramat," jawabnya yang membuat aku kaget.
Dengan senang hati kupersilakan dia jalan duluan untuk turun. Dalam hati, aku ucapkan syukur telah dipertemukan dengan cewek ini. Ini bukan kebetulan, tapi sudah aturan Tuhan. Di depan jalan masuk, aku bimbang, tapi entah kenapa 'rasa' itu tiba-tiba muncul.
"Kuantar ya..?" tawarku, sedikit ragu. "Ya, kalau tidak keberatan. Nggak jauh dari sini kok. Kita jalan saja.." rupanya dia menunggu aku menawarkan diri. Walau dia sangat berharap ada yang mau mengantar, paling tidak dari persimpangan jalan di depan, yang jadi markasnya anak-anak Ambon. Memang rada serem sih..
Sambil berjalan, kami berbincang lagi. Sekarang dia mau ke rumah sepupunya sebagai usaha menghindar dari temannya yang suka dengan sesama itu. Dia merasa apa yang telah diusahakannya sudah sia-sia. Dia memang tidak menuntut temannya langsung berubah, tapi usaha pelan-pelan untuk berubahpun, selama dua tahun, tidak terjadi apa-apa yang berarti. Temannya belum dapat untuk 'pindah total' ke dunia yang normal. Dia merasa sudah tak bisa apa-apa lagi.
Aku suka dengan keterbukaannya terhadapku. Juga tehadap pendapatnya yang menerima kekurangan seorangi cowok yang suka sesama. Dia katakan, saat sekarang banyak cewek yang mau menerima cowok yang bermasalah itu, asal memang dapat terus menjaga diri untuk tidak berlaku tidak normal lagi. Begitu katanya. Ada segi positif cowok yang punya kepribadian yang suka sesama itu, cuma dia tidak katakan terus terang.
Ada sekitar dua puluh menit kami berjalan, baru sampai ke rumah yang dituju. sudah hampir jam 12 tengah malam. Jarak rumahnya dari jalan depan tadi, dibandingkan ke tempat kostku juga sama. kalau ke tempat kostku, belok di gang pertama tadi.
Entah kenapa, ada rasa lega dan nyaman setelah aku bertemu dengan Elga, begitu dia menyebut dirinya. Aku berkenalan dengan keluarga sepupunya itu. Elga terus terang kalau baru kenal aku ketika tadi di bis kepada saudara sepupunya itu. Mereka tentu saja agak terkejut dengan kebaikanku mau menemani dan mengantar Elga. Kukatakan kalau itu keharusan kita sebagai sesama.
Keluarga yang baik, begitu penilaianku. Aku tidak lama di rumah saudaranya itu. Tapi aku ingin untuk datang lagi, pada saat yang lebih baik. Entah kenapa timbul keyakinanku untuk berusaha membuang 'ketidaknormalanku'. Aku harus total 'pindah dunia', seperti Elga bilang sama cowoknya yang gay itu, kalau mau kembali 'normal'. Terima kasih Tuhan, telah mempertemukan aku dengan Elga.
Aku ingat apa yang telah kulakukan beberapa hari belakangan ini sebagai usahaku untuk 'berubah'. Semua yang berbau porno sudah kubuang. Yang belum aku lakukan, dan agak berat adalah: menjauh dari teman-teman serta lingkungan yang akan selalu menggodaku, atau paling tidak, mudah untuk ingat lagi 'kenikmatan semu' itu. Aku harus pindah kerja dan pindah tempat tinggal. Aku harus ganti nomor HP. Yang jelas, usaha ini aku akan serahkan semua kepada Tuhan, biar Tuhan yang bantu aku, lewat siapa saja